Galau menyusur jalan berbatu
Terpelanting pada sebuah kata Malu
Terbit dari sanubari yang terbuai pilu
Melihat bangsaku terlupa sejarah lalu
Tentang perjuangan dan pengorbanan para pendahulu
–
Resah kata terendap rasa
Melihat mereka yang terbaring di sana
Jasad-jasad tertelan cacing dan serangga
Seperti jasa mereka yang terlupa masa
Hingga tahta buat katarak mata hati kita
–
Saat harta berkuasa
Tak malukah kita pada Soedirman yang bergerilya
Tak malukah pada jasad-jasad tanpa nama yang terbaring di sana
Mereka berjuang untuk satu kata “MERDEKA”
–
Saat khianat merasuk qolbu
Tak malukah kita pada Soedirman yang berjuang dengan paru-parunya yang tak utuh
Hingga kita bangga diperbudak nafsu
Labrak norma dan jasa mereka dengan wajah membatu
–
Atas nama solidaritas pelajar lempar batu
Atas nama solidaritas pemuda perang kayu, hingga jasad terbujur kaku
Sementara di masanya, mereka berjuang dengan senjata bambu
Melawan penjajah dengan mimis-mimis menanti tubuh diterjang peluru
Ahh aku malu
Pada Soedirman yang tak takut ngilu
Pada Soepriyadi yang tak tentu pusaranya
Pada nisan-nisan pejuang tak bernama
Yang tergeletak tanpa pamrih apa-apa
Hanya untuk satu kata “MERDEKA”
–
Aku malu
Kala Gayus bangga dengan harta korupsinya itu
Kala pengadil hanya jadi boneka kayu, yang mengabdi pada kuasa semu
–
Aku malu
Kala muncul wajah-wajah Kahar Muzakkar baru
–
Aku malu
Kala muncul wajah-wajah Kahar Muzakkar baru
Berkedok agama mengadu domba bangsaku
Menebar kebencian atas nama syariah semu
http://vgsiahaya.wordpress.com |
Aku malu
Kala presidenku hanya bisa mencipta lagu
Seperti Ebiet dengan lagu cintanya yang sendu
Mendayu-dayu di telingaku selalu
Hingga buat hatiku tergugu ngilu
Hingga buat hatiku tergugu ngilu
–
Aku malu ternyata menteriku mabuk jabatan
Tak mau mundur saat kompetensinya dipertanyakan
Aku malu saat partai pun mabuk kekuasaan
Hingga lupa apa yang diperjuangkan
–
Sungguh aku malu
Pada para pejuang pendahulu
Aku malu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar