Pages

Rabu, 19 Oktober 2011

Bab III Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya

Bab III Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan.
Bab III ini akan memusatkan paparan dalam berbagai landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut adalah filosofis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikalia adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, kemandirian dalam belajar.
A. LANDASAN PENDIDIKAN
1. Landasan Filososfis
a. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandanagan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme
1. ¬Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.

2. Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
3. Pragmatisme dan Progresifme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.

2. Landasan Sosiolagis
a. ¬Pengertian Landasan Sosiologis
Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2. hubunan kemanusiaan.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
b. Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan komplek.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan KeBhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran)
3. Landasan Kultural
a. Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baiksecara formal maupun informal.
Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan-perubahan yang sesuai denga perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nlai-nilai, dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.
b. Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebineka tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini harsulah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.
4. Landasan Psikologis
a. Pengertian Landasan Filosofis
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman etrhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.
5. Landasan Ilmiah dan Teknologis
a. Pengertian Landasan IPTEK
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang teknologi ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
b. Perkembangan IPTEK sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimualai pada permulaan kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajar sejogjanya hasil perkembangan iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi maupun cara memproleh informasi itu dan manfaatnya bagi masyarakat
B. ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
1. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)
Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat)
Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan)
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap untuk ulur tangan bila diperlukan.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalamperan utama sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

LANDASAN TEORI PSIKOLOGI
PENDAHULUAN
Keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia, karena ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur, jiwa dipandang terlalu abstrak, dan jiwa hanyalah salah satu aspek kehidupan individu. Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena memenuhi syarat berikut:
1) Secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah
2) Memiliki struktur kelimuan yang jelas
3) Memiliki objek formal dan material
4) Menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, case history, test and measurement
5) Memliki terminologi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, kepribadian
6) Dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan
Psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antrpologi, biologi. Pengaruh ilmu tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan metode yang digunakan.
Sumbangan Psikologi terhadap pendidikan, Subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu) psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahan dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang. Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobyek formal perilaku manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai latar.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
Di zaman kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi sekarang ini, para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode mengajar yang ilmiah, diharapkan proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya. Inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan. Sebuah obsesi bahwa pada suatu saat, mengajar atau mendidik itu menjadi suatu teknologi yang dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya.
Sejak berabad-abad orang berusaha untuk mencari jalan meningkatkan mutu metode mengajar dengan mencari prinsip-prinsip atau asas-asas didaktik. Namun demikian dianggap bahwa mengajar itu masih terlampau banyak merupakan seni yang banyak bergantung kepada bakat dan kepribadian guru.
Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum.
Teknologi pendidikan keberadaanya sudah cukup lama, yaitu di era pertengahan 1970-an. Namun sekarang masih banyak tenaga pendidik yang kurang begitu memahami apalagi menerapkannya dalam dunia pendidikan. Bahkan tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang yang memiliki persepsi yang keliru terhadap disiplin ini. Mereka beranggapan bahwa teknologi pendidikan hanya mengenai televisi, computer atau penggantian peran guru oleh seperangkat teknologi di kelas.
Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang sistematis dan kritis tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan memandangnya sebagai suatu masalah yang harus dihadapi secara rasional dengan menerapkan metode pemecahan masalah. Di samping itu perkembangan teknologi pendidikan didukung oleh perkembangan yang pesat dalam media komunikasi seperti radio, televisi, video, CCTV, computer, internet dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan bagi tujuan instruksional. Dengan mempelajari teknologi pendidikan, guru akan memilki pegangan yang lebih mantap dan pedoman yang lebih dapat dipercaya untuk memberi pengajaran yang efektif. Sikap ilmiah terhadap proses belajar mengajar akan memberi sikap yang lebih kritis terhadap cara mengajar dan mendorong untuk mencari cara yang lebih menjamin keberhasilannya. Dengan mendalami teknologi pendidikan, guru dapat meningkatkan profesinya sebagai guru dan meningkatkan keguruan menjadi suatu profesi dalam arti yang sebenarnya. Setelah mendalami diharapkan guru mampu menerapkannya dalam pembelajaran karena memiliki nilai yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Konsep dan prinsip teknologi pembelajaran sendiri dikembangkan dan diperkaya oleh ahli-ahli bidang Psikologi, seperti Bruner (1966), dan Gagne (1974), ahli Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti Gilbert (1969), dan Horn (1969), serta lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun teknologi pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha pengembangannya terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal-hal mikro dalam tahapan tingkahlaku belajar peserta didik.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta dan data di atas, muncul pertanyaan mendasar menyangkut posisi pentingnya teknologi pendidikan (pengajaran) dalam pembelajaran. Untuk menjawab persoalan tersebut, paper ini mencoba menghadirkan penerapan teknologi pendidikan sebagai langkah peningkatan mutu pembelajaran. Adapun masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa landasan psikologi dalam teknologi pendidikan ?
2. Mengapa penerapan landasan psikologi menjadi penting dalam pengembangan teknologi pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran ?
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
¨ Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
¨ Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah
Beberapa definisi tentang psikologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :
1. Willhelm Wundt (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciouness). Definisi ini sangat membatasi tentang garapan psikologi karena tidur dan mimpi dianggap bukan sebagai kajian psikologi.
2. Woodworth dan Marquis (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu mencakup aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.
3. Branca (dalam Khodijah, 2006) dalam bukunya yang berjudul Psychology The Science of Behavior, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
4. Sartain dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu tentang perilaku manusia.
5. Knight dan Knight (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi dapat didefinisikan sebagai suatu study sistematis tentang pengalaman dan perilaku manusia dan hewan, normal dan abnormal, individu dan social.
6. Morgan dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia dan hewan, namun penerapan ilmu tersebut pada manusia (the science of human and animal behavior; it includes the application of this science to human problems).
Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.
1. CABANG – CABANG PSIKOLOGI
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan teknologi pendidikan, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan teknologi pendidikan. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan teknologi pendidikan.
Oleh sebab itu, dalam pengembangan teknologi pendidikan yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan teknologi pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar
1. BEBERAPA TEORI DALAM PSIKOLOGI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN.
Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar. Menurut Lumsdaine (dalam Miarso 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam perkembangan teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar, sedangkan menurut Deterline (dalam miarso 2009) berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku yang digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari pebelajar secara sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu sendiri. Sedangkan Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing-masing.
Kajian ahli-ahli psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan berlangsung selama masa dan pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus kajian di lingkungan pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran, memahami peserta didik, pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar, dan penilaian. Kemudian berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik, penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai contoh operant behavioral conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu dalam tiga hal, yaitu:
1. pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program pembelajaran;
2. spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; dan
3. pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model komunikasi (Ely, 1963).
Dalam dunia pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori “Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov, “Connectionism: dari E. L. Thorndike, “Hypothetic Deductive” dari Clark L. Hull dan “Operant Conditioning” dari BF. Skinner
1. Classical Conditioning (Ivan Pavlov)
Teori tingkah laku diawali oleh Ivan Pavlov dalam tahun-tahun akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dengan teorinya “Classical Conditioning” yang menyatakan bahwa stimulus baru dapat dibuat untuk menimbulkan refleks tertentu. Dalam penelitiannya yang dilakukan pada seekor anjing, ia memperhatikan perubahan tingkah laku pada waktu tertentu. Dalam ekperimennya, menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan.
2. Connectionism (E. L. Thorndike)
Dalam studi Thorndike, ia memandang perilaku sebagai suatu respons terhadap stimulus-stimulus dan lingkungan, artinya stimulus-stimulus dapat memberikan respons sehingga teorinya dikenal dengan teori S-R (Stimulus-Respons). Thorndike menghubungkan perilaku pada rekleks-refleks fisik, sehingga ia menyatakan bahwa perilaku ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang ada dan lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar. Dalam eksperimennya yang dilakukan pada kucing yang dimasukkan kedalam kotak. Dari eksperimennya mengembangkan tiga hukumnya, yaitu : “Law of Effect” yang menyatakan “prnsip senang tidak senang. Suatu respon akan diperkuat apabila diikuti oelh suatu perasaan senang terhadap sesuatu, dan respon akan diperlemah jika diikuti oleh suatu rasa tidak senang”, “Law of Exercise” yang menyatakan bahwa “semakin sering suatu respon yang berasal dari suatu stimulus tertentu maka akan semakin besar kemungkinan respon tersebut untuk dicamkan atau diingat dalam suatu long term memory” dan “Law of Readiness” yang menyatakan bahwa “perkembangan system syaraf akan menyebabkan unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan unit perilaku yang lainnya dengan kata lain pembelajaran yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik”.
Sedangkan menurut Saettler peranan ataupun kontribusi yang cukup besar oleh Thorndike dalam Teknologi Pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip 1) aktivitas diri, 2) minat / motivasi, 3) kesiapan mental, 4) individualisasi dan 5) sosialisasi.
Adapun contoh penerapan teori Thorndike adalah Apabila hal yang dipelajari kemudian mempunyai banyak persamaan dengan hal yang dipelajari terdahulu, maka akan terjaid transfer yang positif di mana hal yangbaru itu tidak akan terlalu sulit dipelajari. Misalnya orang yang sudah pernah belajar menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit belajar mengemudikan kereta berkuda. Sebaliknya, kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal yang dipelajari terdahulu terdapat banyak perbedaan, maka akan sulitlah mempelajari hal yang kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya, seorang yang sudah biasa menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan tangan kiri sama sekali lain caranya daripada menulis dengan tangan kanan.
3. B. F. Skinner
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Asas-asas Skinner tentang kondisioning operan memberikan pengaruh baru pada studi dan analisa tingkah laku. Landasan bagi asas-asas Skinner tantang kondisioning operan adalah kepercayaannya tentang sifat hakekat ilmu perilaku dan cirri-ciri tingkah laku hasil belajar. Sehingga ia mendefinisikan belajar itu merupakan tingkah laku dimana ketika subjek belajar, responnya meningkat dan bila terjadi sebaliknya responnya menurun.
Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Jenis Penguatan: Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan sebagainya). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain lain).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
1. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.
Teori dan prinsip Skinner ini diaplikasikan dalam bentuk “mesin pengajar” (teaching machine ) Skinner mengungkapkan bahwa teaching machine sangat mendasar dalam proses pembelajaran, terutama dalam memperkuat (reinforcement) pembelajaran. Menurutnya bahwa teaching machine adalah instrumen yang simpel dan menyatu dengan usaha penguatan pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperkuat perolehan pengalaman belajarnya. Prinsip Teaching Mesin ini hingga sekarang masih banyak dipakai dalam membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) atau Computer Assisted Instruction (CAI). Konsep reinforcement dalam pengajaran ini banyak diwarnai oleh hukum operant conditioning yang mengikuti Thorndike’s law effect.
Menurut Skinner untuk mengendalikan belajar pada manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran dan Mastery Learning diperlukan bantuan peralatan, yang akan bertindak selaku mekanisme penguatan supaya stimulus yang diberikan kepada pembelajar dapat bertahan dalam waktu yang lama dan dapat lebih mudah diterima dan dipahami.
Keterkaitan teori belajar ini terus dikaji oleh para ahli teknologi pendidikan, sehingga tidak hanya psikologi behavior saja yang memiliki kontribusi terhadap teknologi pendidikan akan tetapi bergeser ke arah psikologi kognitif sebagaimana dikembangkan oleh Robert M Gagne (The Conditions of Learning and theory of instruction, 1916).
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema) tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
• Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
• Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
• Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
• Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Kedudukan teori belajar dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model pembelajaran, terutama di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik, karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang harus dirancang, beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat pengalaman belajar peserta didik.
Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
(dalam http://hassansitam.net/tekpembelajaran.doc)
Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.
KESIMPULAN
Psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.
Ilmu psikologi itu sendiri juga berkembang dalam dua cabang, antara lain sebagai berikut:
1. Psikologi umum: mempelajari gejala psikis pada manusia seperti motivasi, intelegensi, minat dan sebagainya.
2. Psikologi terapan: mempelajari gejala psikis manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuannya. Psikologi terapan meliputi psikologi pendidikan, psikologi belajar, psikologi komunikasi dan sebagainya.
Beberapa teori psikologi yang mempengaruhi langsung penerapan Teknologi Pendidikan:
1. Tingkah laku yang diperkuat lebih besar kemungkinannya untuk muncul kembali
2. Penguatan yang positif cenderung lebih berhasil dari yang negatif
3. Mengulang segera sesudah mempelajari sesuatu, mengurangi kemungkinan untuk melupakan
4. Belajar lebih sering terjadi bila tugas yang diberikan berarti bagi subyek, serta dalam batas kemampuannya
5. Pemberian bantuan yang terlalu banyak menyebabkan berkembangnya rasa tidak mampu, dll.
Aplikasi Psikologi Pendidikan dalam Teknologi Pendidikan adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu sebagai makhluk yang unik. Maka dari itu kajian psikologi pendidikan dalam Teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Dan strategi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi Pendidikan.
Di dalam Teknologi Pendidikan diajarkan tentang berbagai teori seperti behavioristik dan kognitif. behavioristik sendiri untuk mengetahui sejauh mana respon atau rangsang yang di alami oleh objek. Maka dari pada itu rangsangan awal tidak boleh hilang, dan harus diteruskan dengan rangsangan yang dapat membuat si objek merespon. Untuk merangsang si objek agar mau belajar, maka dibutuhkanlah ilmu psikologi pendidikan. Begitu juga Dengan adanya teori kognitif, kita dapat mengetahui keadaan psikis si objek, perasaan objek yang mempengaruhi bagaimana dan apa yang ia pelajari. Karena pada dasarnya, teori kognitif lebih memfokuskan pada proses belajar untuk mengerti dunia yang membutuhkan psikologi yang kuat.
Intinya bahwa pengaplikasian psikologi pendidikan terhadap teknologi pendidikan sangat erat karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih dahulu kita harus mengerti ilmu jiwa, dalam hal ini adalah psikologi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Dirgagunarsa, Singgih, 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara
Khodijah, Nyayu, 2006. Psikologi Belajar. Palembang : IAIN Raden Fatah Palembang
Miarso, Yusufhadi, 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.Jakarta : Kencana
Pidarta, Made, 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-asosiasi-thondike-dan-penguatan-skinner/
http://damsku88.wordpress.com Konsep Dasar Teknologi Pendidikan
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id/PSISOS.1.doc Pengertian Psikologi
http://e-majalah.com/ishak1108.html RANCANG BANGUN KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN
http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html
http://hassansitam.net/tekpembelajaran.doc Latar Belakang Sejarah Dan Definisi Teknologi Pembelajaran
http://ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://inayah-setiani-uin-bi-2b.blogspot.com/2008/04/teori-thorndike.html
http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/landasan-psikologi-pendidikan.html
http://laisalax.multiply.com/journal/item/13. Aplikasi Psikologi Pendidikan Pada Teknologi Pendidikan.
http://paisnews.blogspot.com/2009/04/pentingnya-teknologi-dalam-pembelajaran.html
http://t-goeh.blogspot.com/2008/03/teori-belajar-menurut-bf-skinner.html
http://www.blogger.com/feeds/208627639063949654/posts/default
http://www.ghina.0fees.net/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=59
hhttp://www.stainbukittinggi.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61:pengembangan-kompetensi-siswa&catid=34:tulisan-ilmiah&Itemid=37
ttp://www.teknologi-pembelajaran.co.cc. pengertian-teknologi-pendidikan-tidak.html
http://www.teknologi-pembelajaran.co.cc/2009/09/edward-lee-thorndike.html
http://zulherman12.blogspot.com/2008_12_01_archive.html Teori Behaviorisme

LANDASAN DAN ASAS PENDIDIKAN

LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pengeritan Psikologis :Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar.
Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar. Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya
.Ada tiga aliran besar dalam teori belajar mengajar yaitu : Aliran psikoklogi Tingkah Laku (Behaviorism), psikologi Gestalt, dan psikologi Kognitif (Constructivism) yang dapat diaplikasikan ke dalam pengajaran matematika.
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behaviorism)
a. Teori Pengaitan dari Edward L. Thorndike ( 1874 – 1949 )
Berdasarkan hasil percobaannnya di Laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
b. Teori Penguatan B.F. Skinner
Skinner mengembangkan teori belajarnya juga dari hasil percobaan dengan menggunakan hewan. Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan bahwa kita dapat membentuk tingkah laku manusia melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
c. Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya baru (modern neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek langsung dan tidak langsung. Objek langsung adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek tak langsung adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap matematika.
Gagne berpandangan bahwa elajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi belajar dalam delapan tipe secara berurtan, yaitu: belajar sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah.Gagne berpendapat bahwa proses belajar pada setiap tipe belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki belajar Gagne ini pada pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu: (1) untuk mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari topic tersebut, (b) menyusun dan mendaftar langkah-langkah kegiatan belajar serta membedakan karakteristik belajar yang tersusun secara hirarkis yang dapat didemonstrasikan oleh peserta didik sehingga guru dapat mengamati dan mengukurnya. (2) guru dapat memilih tipe belajar tertentu yang dianggap sesuai untuk belajar topic matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan belajar menurut Gagne (McNeil,1977)
1. Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dan d.
2. Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, hurup mati, dsb.
3. Belajar Prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
Pemecahan masalah, yaitu belajar mengkombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh sesuatu yang baru


d. Teori Belajar Bermakna dari David P.Ausubel
Dari dua dimensi kegiatan belajar tersebut, Ausubel mengidentifikasi empat kemungkinan tipe belajar yaitu sebagai berikut:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
1. 2. Aliran Psikologi Gestalt
Dikembangkan di Eropa pada sekitar tahun 1920-an. Pada awalnya psikologi Gestalt hanya dipusatkan pada fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnick & Ford, 1981:129-130).
Esensi dari psikologi Gestalt bahwa berpikir adalh usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman yang dihadapi sebagai entitas yang secara keseluruhan terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang terpisah-pisah (Orton, 1990:89).
Menurut pandangan psikologi Gestalt, seseorang memperoleh pengetahuannya melalui pemahaman terhadap sensasi atau informasi yaitu dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusun kembali struktur itu dalam bentuk struktur yang lebih sederhana sehingga sensasi atau informasi itu lebih mudah dipahami.
3. Aliran Psikologi Kognitif
a. Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget adalah ahli psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan formalnya adalah falsafah dan biologi. Piaget mengemukakan Teori Perkembangan Intelektual (kognitif)
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983)
1. 1. Periode Sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun
2.Periode Praoperasional pada umur 2 – 7 tahun
3. Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun
1. 4. Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun
b. Teori Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner (Toeti Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
1.Tahap Enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
2. Tahap Ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualisasi verbal.
3.Tahap simbolik,anak telah memilikigagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan eksperimennya mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan empat teori umum tentang belajar matematika yaitu:
1. Teorema penyusunan (contruction theorem)
2. Teorema pelambangan (notation theorem)
3. Teorema pembedaan dan keaneka ragaman ( contrast and variation theorem)
4. Teorema pengaitan (connectivity theorem)
Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang Perkembangan (Nana Syaodih, 1988)
1. Pendekatan Pentahapan
2. Pendekatan Differensial
3. Pendekatan Ipsatif
Yang paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ini ada dua macam yaitu yang bersifat menyeluruh (umum) dan yang bersifat khusus.
Menurut Crijns (tt) periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah:
1. 1. Umur 0 – 2 tahun disebut masa bayi
2. 2. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak
3. 3. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng
4. Umur 9 – 13 tahun disebut Masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang)
5 .Umur 13 tahun disebut masa Pubertas pendahuluan.
6. Umur 14 – 18 tahun disebut masa Puber
7. Umur 19 – 21 tahun disebut masa adolesen.
8. Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa
Psikologi Perkembangan anak menurut Rouseau terbagi atas empat tahap, yaitu:
1. Masa bayi dari 0 - 2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2. Masa Anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
3. Masa Pubertas dari 12 – 15 tahun , ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4. Masa Adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, social, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah belajar berbudaya.
Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa
perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)
1. Masa Kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.
2. Masa Anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.
3. Masa Muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya.
4. Masa Adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya.
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut (Mulyani, 1988)
1. Tugas perkembangan masa kanak-kanak
2. Tugas perkembangan masa anak
3. Tugas perkembangan masa remaja
4. Tugas perkembangan masa dewasa awal
5. Tugas perkembangan masa setengah baya
6. Tugas perkembangan orang tua
Perkembangan kognisi menurut Lawrence Kohlberg (McNeil,1977 dan Nana Syaodih, 1988)
1.Tingkat Prekonvensional
a.Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman
b.Tahap orientasi egois yang naif
2. Tingkat Konvensional
a. Tahap orientasi anak baik
b. Tahap orientasi mempertahankan peraturan dan norma social.
3. Tingkat Post-Konvensional
a. Tahap orientasi kontrak social yang legal
b. Tahap orientasi prinsip etika universal
Perkembangan Afeksi menurut Erikson ada delapan tahap (Mulyani, 1988)
1. Bersahabat vs menolak pada umur 0 – 1 tahun
2. Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 – 3 tahun
3. Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5 tahun
4. Perasaan Produktif vs rendah diri pada umur 6 – 11 tahun
5. Identitas vs kebingungan pada umur 12 – 18 tahun
6. Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun
7. Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun
8. Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas
Pendapat Baller dan Charles (Mulyani, 1988)
1. Anak yang berasal dari keluarga yang memberi layanan baik, akan bersikap ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul.
2. Anak yang dilahirkan pada keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sulit diajak berbicara.
3. Anak yang dibrikan kepada keluarga yang acuh tak acuh pada anak, cenderung bersikap pasif dan kurang populer di luar rumah.
Psikologi Sosial
Psikologi Sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan cirri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (Hollander, 1981).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu:
1. Kepribadian orang itu
2. Perilaku orang itu
3. Latar belakang situasi
Menurut Klinger (Savage, 1991) factor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah:
1. Minat dan kebutuhan individu
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas
3. Harapan sukses
Kesiapan Belajar dan Aspek-aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan.
Pelengkap peserta didik atau warga belajar sebagai subjek garis besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1. Watak, ialah sifat yang dibawa sejak lahir
2. Kemampuan umum(IQ), ialah kecerdasan yang bersifat umum
3. Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejaklahir
4. Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum
5. Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutamam lingkungan keluarga
Aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah
1. Rohani
a. Umum: Agama, perasaan, kemauan, pikiran
b. Sosial : Kemasyarakatan, cinta tanah air
2. Jasmani
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh

PENGANTAR PENDIDIKAN

BAB 9

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL



Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikulural normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.

Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:

1. Agama, suku bangsa dan tradisi

Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.

Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

2. Kepercayaan

Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.

3. Toleransi

Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.

Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.



Pendekatan dalam pendidikan multikultural meliputi:

- Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan penitikberatan agar di kalangan mereka terjadi perubahan kultural.

- Memperhatikan pentingnya hubungan manusia dengan mengarahkan atau mendorong siswa memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri, mengembangkan toleransi dan mau menerima orang lain.

- Menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya.

- Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok.

- Pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap warga negara aktif mengusahakan persamaan struktur sosial.



Meskipun pendidikan multikultural itu penting dan Indonesia adalah negara yang multikultural, tetapi pola pendidikan di Indonesia belum memakai pendidikan multikultural. Pola pendidikan di Indonesia selama ini memilih cara penyeragaman dengan standar kultural indonesia yaitu kultur yang dibawa oleh birokrasi yang dikendalikan elit pemerintah yang harus dilaksanakan dan dipatuhinya. Kebijakan pendidikan harus selalu dilegimitasi oleh perundang-undangan yang sudah memiliki kekuatan legal.