Pages

Minggu, 06 November 2011

[Fiksi Misteri] Kerinduan Itu….


1320554416373914706
.
Ia mendekap amplop putih itu dekat sekali ke dadanya. Seakan ingin menyublimnya masuk ke hati terdalamnya. Menyerap kerinduan yang dibawa, untuk menjelma darah yang memberi hidup bagi jiwanya yang dahaga. Kemudian ia, perempuan berambut lurus warna legam hitam keunguan, menciuminya dalam-dalam. Menghirupi harumnya rindu yang mewangi serat kayu…dan mengisi rongga dadanya yang sepi melayu di hari-hari menunggu. Enam puluh purnama. Dan pada setiap hari purnama, hari keempatbelas setiap bulannya, amplop putih itu sampai kepadanya. Enam puluh amplop putih yang sama…wangi serat kayu yang sama.  Tidak lebih dan tidak kurang beratnya….membawa isi yang sama….

Duhai, asmaraku yang senantiasa memelukku dalam rasa mendendam rindu… Jeritan hatimu telah sampai kepadaku hari ini. Dan enam puluh purnama telah kulalui dengan setiap kali mencoba membasuh sakitnya sayatan kerinduan hatiku ini. Dengan apa yang engkau kirimkan pada setiap amplop putih ini. Duhai, penyembuh luka hatiku….menemukan bahwa engkaupun memerih luka kerinduan yang sama denganku, cukuplah itu  menguatkan hati tuk menjalani hari-hariku.
Lihatlah,..telah kutumbuhkan pohon kerinduan kita berdua, yang semakin besar dari purnama demi purnama. Sebuah pohon putih semata, yang batang dan dahannya putih serta rantingnya terus tumbuh menjari. Yang dedaun putihnya terus terlahir pucuk hingga mengipas menaungi. Yang kerimbunan daunnya tiba-tiba ramai gemerisik meski tak ada angin yang mencandai, setiap kali amplop putih yang engkau kirimkan datang seperti hari ini. Pada setiap hari keempatbelas, pada setiap hari purnama. Dahannya menjulur mendekati jendela dan jari-jari ranting tak sabaran mengetuk-ngetuk kaca. Seakan pohon itu tahu…seakan pohon itu sama merindu.. dan ranting serta daun rimbunnya saling berbisik dalam ramai gemerisik…
“Kerinduanku!…kerinduanku!…….”..

Masih dengan mendekap amplop putih penuh kerinduan, perempuan berambut lurus warna legam hitam keunguan itu berjalan tanpa alas kaki melintasi halaman rumput. Bibirnya menyungging senyuman dan mata indahnya seperti kedalaman telaga. Hari-hari menunggunya yang kelabu seakan sirna hari ini. Purnama terang di kanvas malam. Langkahnya ringan, seringan gaun chifon-nya yang merah muda melambai mengikuti gerakan tubuhnya.
Perempuan itu berhenti di depan pohon putih kerinduannya, sejenak memandang dahan dan ranting yang kini menjulur dekat sekali seakan ingin memeluknya. Dan dedaunan yang semakin gemerisik ramai tak sabaran menanti…ketika perempuan itu perlahan membuka amplop putih….dan menuangkan isinya…
sebulir air mata…….
Sebulir air mata yang membawa kerinduan yang dalam. Sebulir air mata yang dilahirkan dari rasa sepi yang jauh. Sebulir air mata yang merembes dari sayatan jiwa yang dipisahkan ruang masa. Sebulir air mata yang dikirimkan dalam amplop putih dan membawa kekuatan cinta pada setiap hari purnama. Sebulir air mata…yang sejenak bergulir di telapak tangan indah perempuan berambut lurus warna legam hitam keunguan….untuk kemudian jatuh ke rerumputan dan hilang diserap akar.
Sebulir air mata…..
yang menumbuhkan bunga-bunga merah muda….dan menghidupkan pohon putih kerinduan mereka….
..
Dipisah ruang dan waktu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar